Jumat, 27 September 2019

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-15)

BERKATA YANG BAIK ATAU DIAM
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. رواه البخاري ومسلـم
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ’anhu, sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6018, 6136, 6475), Muslim (no. 47), Ahmad (II/267, 433, 463), Abu Dawud (no. 5154), at-Tirmidzi (no. 2500), dan selainnya.
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Makna hadits ini telah tercakup di dalam hadits ke-12.
Hak Alloh Dan Hak Hamba
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Alloh. Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain.
Menjaga Lisan
Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan. Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena menjaga lisan adalah yang paling berat.
Memuliakan Orang Lain
Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang lain adalah melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.
Batasan Tetangga dan Tamu
Tetangga menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya kapan secara adat dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga juga oleh syariat. Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam syariat dan tidak ada batasannya secara syariat dan bahasa maka pengertiannya dikembalikan kepada adat.
Batasan tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak memiliki kemampuan untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan. Jika mampu maka hukumnya sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1 malam, sempurnanya 3 hari 3 malam.

Rabu, 25 September 2019

Selasa, 24 September 2019

Peran Wanita Dalam Islam

1. Peranan Wanita dalam Mendidik Umat

Syauqi mengatakan “Ibu ibarat madrasah, jika kau persiapkan maka sesungguhnya anda sedang menyiapkan bangsa (besar) yang wangi keringatnya.”

Wanita adalah guru pertama bagi sang anak, sebelum dididik orang lain. Sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab mulai saat itu, anak telah mampu menangkap rangsangan-rangsangan yang dberikan oleh ibunya. Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang dirasakan ibunya. Bila ibunya sedih dan cemas, ia pun merasakan demikian. Sebaliknya, bila ibunya merasa senang, ia pun turut senang.

Kemudian bertambah hari, minggu dan bulan, yang pada wakunya ia terlahir ke muka bumi. Dari enol hari, ia sudah berusaha memahami apa yang diajarkan oleh seorang ibu. Bila seorang ibu membiasakan anaknya dari kandungan sampai dewasa dengan adab-adab Islam, ia pun akan terbiasa dengan hal itu. Tapi sebaliknya, bila ibu membiasakan dengan adab-adab yang tidak Islami, ia pun akan ikut seperti ibunya. Saat inilah shibgah seorang ibu sangat berpengaruh pada anak. Karena perkembangan otak sangat cepat. Daya ingat masih kuat. Bagi seorang ibu perlu memperhatikan hal berikut :

2. Tarbiyah Ruhiyyah

2.1 Pendidikan Akidah
Bagaimana seorang ibu mampu menanamkan akidah sedini mungkin, sehingga anak meyakini bahwa kita hidup tidak semau kita. Tapi di sana ada pengatur, pengawas tujuan hidup, akhir dari kehidupan. Kemudian meyakini bahwa apa yang terjadi pada kita, pasti akan kembali pada sang khalik. Hal itu terangkum dalam rukun iman yang enam. Ketika ia besar, ia tidak lagi ragu dan bingung mencari jati diri. Siapakah aku? untuk apa aku hidup? siapakah yang harus aku ikuti dan dijadikan idola ? Dan seterusnya.

2.2 Pendidikan Ibadah
Ketika ibu menjalani kehamilan sampai melahirkan, tidaklah berat baginya untuk mengajak si calon bayi untuk ikut serta dalam melakukan ibadah harian. Seperi: sholat, puasa, membaca Alquran, berdoa, berdzikir, dan lain sebagainya. Walau mungkin anak tidak paham apa yang dilakukan dan diinginkan ibunya, tapi ketika ia menginjak dewasa (baligh), Insya Allah ibadah-ibadah tadi akan mudah diajarkan. Sebab sudah sering melihat dan mendengar, sehingga takkan terasa berat menjalaninya.

2.3 Pendidikan Akhlak
Pembiasaan akhlak yang baik tidak perlu menunggu anak dewasa. Dari sini harus sudah dibiasakan. Sebab kebiasaan yang baik, kalau tidak dibiasakan dalam waktu yang lama, sangat sulit untuk menjadi akhlak. Justru ketika kebiasaan baik tidak ada dalam diri kita, dengan sendirinya kebiasaan buruk akan menghiasinya tanpa harus dibiasakan.
Jika semenjak dalam kandungan seorang anak dibiasakan mencintai orang lain, maka ketika lahir, ia pun akan berusaha untuk mencintai orang lain. Apabila sfat-sifat sabar, tawadlu, itsar, tabah, pemurah, suka menolong orang lain dan sebagainya dibiasakan, insya Allah ketika anak sudah paham dan mengerti, akhlak-akhlak tadi akan menghiasi kehidupannya.
Oleh sebab itu, Rasul menganjurkan kepada para pemuda yang sudah waktunya nikah, untuk memilih calon istrinya seorang wanita yang beragama dan berakhlak baik. Sebab dari wanita inilah, akan terlahir generasi yang beragama dan berakhlak baik juga. Ibu seperti inilah yang akan mengajarkan tuntunan agama yang telah terbiasa dan tertathbiq dalam dirinya. Di antara tuntunan tersebut adalah akhlak yang mulia. Sedangkan wanita yang cantik, pintar, atau kaya tidak menjamin akan melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia.

3. Tarbiyah Aqliyyah

Kata seorang penulis puisi, “Otak tidak diasah, akan tumpul”. Pengasahan otak semenjak kecil akan lebih bagus, ketimbang jika sudah besar. Bagai sebuah pisau, semakin lama waktu mengasahnya, maka akan semakin tajam. Dalam nasyid juga disebutkan, “Belajar diwaktu kecil, bagai mengukir di atas batu”. Tapi seorang ibu juga harus bijaksana dalam hal ini. Jangan sembarangan dalam memberikan buku-buku bacaan, untuk mengasah otak. Cukup banyak buku-buku yang ingin menghancurkan generasi Islam.

4. Tarbiyah Jasadiyyah

Pendidikan inilah yang sering mendapat perhatian dan jadi topik pembicaraan para ibu yang baru mempunyai anak. Rangsangan-rangsangan ibu berupa olah-raga balita, sangat membantu anak dalam perkembangan tubuhnya. Percepatan proses semenjak si anak tengkurap, merangkak, jalan dan lari, tidak bisa dibiarkan sendiri. Namun bantuan ibu untuk melakuan gerakan-gerakan itu sangatlah dibutuhkan anak. Karena pada hakikatnya, insting yang dimiliki anak belum mampu menjangkau apa yang harus ia lakukan agar bisa berbuat seperti orang dewasa. Contoh kecilnya, ketika lahir, Rasulullah menyuruh para orang tua untuk mentahniq dengan memijat langit-langit mulut agar mampu mengisap air susu ibunya. Olah raga atau tarbiyyah jasadiyyah ini tidak terbatas pada usia balita, tapi bahkan sampai dewasa dan tua.

5. Peran Wanita dalam Mendampingi Suami

Suami shaleh kebanyakan dibelakangnya ada istri shalehah. Laki-laki dalam menjalankan tugasnya baik di dalam atau di luar rumah sering mendapat kendala ujian dan cobaan. Kegoncangan jiwanya kadang-kadang tidak mampu menngendalikannya sendiri. Nah, saat-saat seperti inilah peran dan batuan istri sangat dibutuhkan. Istri yang shalehah selalu memberi dorongan untuk terus maju memberi siraman ruhiyyah agar tetap semangat dalam menapaki duri-duri jalanan, memberi bensin untuk tetap berjalan di atas rel Islam. Ketika suami sedang panas tidak selayaknya istri mengompori, tapi berusaha untuk meredam dan mendinginkan agar suami sadar dan sabar.
Banyak sekali suami terjerumus ke lembah hina disebabkan istrinya tidak bisa membimbing ke arah yang baik. Juga tidak sedikit suami dulunya kurang baik setelah beristri justru ia makin membaik. Oleh sebab itu, wahai para ibu-ibu shalehah marilah kita dukung suami kita untuk menjadi suami yang shaleh. Mencurahkan tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk tegaknya Islam di muka bumi dengan tidak membebaninya dengan tugas-tugas rumah yang mana pabila kita mengerjakannya dengan ikhlas, kita akan dapat pahala dan suami kita semakin sayang pada kita.
Semangat di medan dakwah dan juang, marilah kita berikan waktu seluas-luasnya pada suami kita untuk mencurahkan waktu hidupnya untuk Islam tercinta. Istri selain sebagai motor bagi suami, ia juga dibebani kewajiban-kewajiban terhadap suaminya agar tercipta keluarga-keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah. Karena dari keluarga inilah akan terbentuk mujamaâ mitsaly dan dari mujtamaâ mujtamaâ ini akan terbentuk daulah Islamiyyah.
Di antara kewajiban istri terhadap suami adalah :
  1. Taat Suami
  2. Tidak keluar rumah tanpa idzin suami
  3. Tidak menjauhi tempat tidur suami
  4. Iffah
  5. Qonaah dan ridlo dengan apa yang Allah berikan.
  6. Berhias dan memakai wangi-wangian
  7. Melaksanakan tugas-tugas rumah tangga
  8. Mendidik anak-anak
  9. Berlemah lembutdan berkata-kata manis.
Sembilan point ini bila kita mampu untuk menjalankan semua, Insya Allah suami bahagia di rumah dan semangat di medan dakwah. Wahai para ibu, jangalah engkau nyalakan api di keluargamu disebabkan kelalaianmu atas kewajibanmu terhadap suami.

6. Peran Wanita dalam Menegakkan Negara

6.1 Peran Wanita dalam Dakwah
Di samping wanita sebagai ibu rumah tangga dan pendidik generasi, ia dalam satu waktu juga berperan sebagai pendidik para pemudi-pemudi dan ibu-ibu. Di dalam rumah ia pendidik anak-anak, sedang di luar rumah ia pendidik sebagian anggota masyarakat.
Jumlah wanita di dunia ini lebih banyak dari pada jumlah laki-laki. Bila potensi ini tidak diarahkan dan dididik dengan baik, ia akan menjadi penghancur masyarakat, negara bahkan dunia. Suatu masyarakat dikatakan berhasil, bila wanitanya berakhlak mulia. Wanita bagaikan mahkota, bila mahkota baik, maka seluruhnya akan kelihatan cantik dan bagus. Tapi bila mahkotanya rusak, maka yang lainpun tidak ada artinya apa-apa.
Seorang wanita tidaklah cukup berkutat dalam rumah saja sebagai IRT, karena para tunas bangsa dan agama telah menunggu uluran tangannya. Apalagi pada saat ini, umat sedang mengalami penurunan akidah, moral dan ibadah. Wanita tak segan-segan lagi melepas jilbabnya. Bahkan menanggalkan pakaian muslimahnya, justru pakaian-pakaian barat, pakaian orang kafir yang menjadi kebanggan mereka. Tidak malu-malu lagi wanita menggandeng, ngobrol, pegang sana pegang sini dengan laki-laki bukan mahram. Pergi berduaan tanpa merasa berdosa.
Berkhalwat dengan alasan urusan organisasi, kantor dan sebagainya. Tidak sampai di situ saja, bahkan lebih dari itu. Oleh sebab itu tugas kita adalah mentarbiyah diri kita, anak-anak dan seluruh lapisan masyrakat, khususnya kaum wanita. Sedang kaum lelaki, akan dididik oleh para suami dan pemuda-pemuda yang akan mentarbiyah mereka. Bahu membahu antara kita dan suami akan menciptakan sebuah masyarakat Islami, yang pada akhirnya akan menjadi sebuah negara Islam.
Adalah Ummu Syarik, setelah masuk Islam, beliau mendakwahi wanita-wanita Qurasiy secara diam-diam dan mengajak mereka menerima Islam. Zainab Al-Ghazali adalah di antara figur wanita modern penerus Ummu Syarik. Meskipun wanita dibolehkan keluar rumah -khususnya berdakwah- namun tetap ada batasan-batasan seputar pakaian:
  1. Pakaian harus menutup seluruh anggota tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan (dalam hal ini para ulama berbeda pendapat).
  2. Pakaian tidak menarik perhatian.
  3. Pakaian tidak sempit.
  4. Tidak pendek bagian bawahnya.
  5. Tidak beraroma minyak wangi.
  6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki, karena Rasulullah melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki.
  7. Tidak memakai pakaian dengan maksud agar terkenal di antara manusia.
6.2 Peran Wanita dalam Peperangan dan Jihad

Peperangan pada hakekatnya diwajibkan atas laki-laki, kecuali pada waktu-waktu darurat. Tapi tidak menutup kemungkinan perempuan ikut andil di dalamnya. Di antara perannya dalam hal ini adalah memberikan minuman, mengobati yang luka-luka akibat perang, menyiapkan bekal dan lain-lain. Bila para wanita melakukan hal ini dengan ikhlas, pahalanya sama dengan orang yang berjihad.
Sejarah pun telah menuliskan dengan tinta emas, peranan wanita dalam peperangan. Ketika perang Yarmuk, Khalid bin Walid sebagai panglimanya menugaskan wanita, diantaranya Khansa`, untuk berbaris di belakang barisan laki-laki, tapi jaraknya agak jauh sedikit. Tugas mereka adalah menghalau prajurit laki-laki yang melarikan diri dari medan perang. Mereka dibekali pedang, kayu dan batu. Shafiyah binti Abdul Muthalib juga pernah membunuh seorang Yahudi pengintai. Dan banyak lagi contoh-contoh yang nyata yang dapat menjadi suri tauladan bagi kita.

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-14)

LARANGAN BERZINA, MEMBUNUH, DAN MURTAD
 عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يـحلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلـِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الـمُفَارِقُ لِلْـجَمَاعَةِ. رواه البخاري ومسلـم
Dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ’anhu, dia berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6878), Muslim (no. 1676), Ahmad (I/382, 428, 444), Ibnu Majah (no. 2534), dan selainnya.
Hakikat Seorang Muslim
Seorang muslim yang sesungguhnya adalah yang bersyahadatain dan menunaikan tauhid serta melaksanakan konsekuensinya. Adapun yang sekedar mengaku muslim dengan mengucapkan syahadatain namun melakukan syirik akbar atau bid?h mukafirah maka hakikatnya bukan seorang muslim. Seorang muslim tidak boleh ditumpahkan darahnya kecuali dengan alasan yang syar’i seperti tersebut dalam hadits.
Muslim yang Halal Darahnya
Ada tiga sebab seorang muslim boleh ditumpahkan darahnya yaitu:
1.    Zina ba’da ihshonin, yaitu jika seorang muslim yang sudah pernah menikah secara syari kemudian berzina maka dengan sebab itu halal darahnya, dengan cara dirajam.
2.    Qishosh, yaitu jika seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan sengaja maka dengan sebab itu halal darahnya dengan cara di-qishosh.
3.    Meninggalkan Agama, yaitu ada 2 pengertian:
a.     Murtad, artinya keluar dari agamanya dengan sebab melakukan kekafiran.
b.     Meninggalkan jamaah, artinya meninggalkan jamaah yang telah bersatu di atas agama yang benar, dengan demikian ia telah meninggalkan agama yang benar. Termasuk makna meninggalkan jamaah adalah jika memberontak imam yang sah.
Pelaksana Eksekusi
Seorang muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa (imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang ‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama.


Sabtu, 21 September 2019

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-13)

MELAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَـمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّـمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. رواه البخاري ومسلـم
Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu ’anhu, dia berkata: “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “ Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR. Bukhori dan Muslim)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 7288), Muslim (no. 1337), Ahmad (II/258, 428, 517), dan selainnya.
Perintah dan Larangan
Pada dasarnya syari?t Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.
Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.

Jumat, 20 September 2019

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-12)

MENINGGALKAN YANG TIDAK BERMANFAAT
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الـمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ. حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ’anhu, dia berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 2317), Ibnu Majah (no. 3976), dan selainnya.
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan landasan dalam bab adab.
Kebagusan Islam Seseorang
Kebagusan Islam seseorang bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits ke-dua. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar kebagusan Islamnya.
Meninggalkan Sesuatu yang Tidak Penting
Sesuatu yang penting adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Standar manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh syariat pasti membawa manfaat dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot oleh karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat dan celakalah seseorang yang memenuhi catatannya dengan sesuatu yang tidak penting, termasuk di dalamnya adalah semua bentuk kemaksiatan.

Kamis, 19 September 2019

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-11)

MAKANLAH DARI REZEKI YANG HALAL

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الـمُؤْمِنِيْنَ بـِمَا أَمَرَ بِهِ الـمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِـحاً، وَقاَلَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ، ثُـمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْـحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ. رواه مسلـم
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ’anhu, ia berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. Muslim (no. 1015), Ahmad (II/328), at-Tirmidzi (no. 2989), dan selainnya.
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum syariat berporos pada hadits tersebut.
Alloh Itu Thoyyib Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib
Thoyyib adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.
Pengaruh Makanan yang Thoyyib
Mengonsumsi sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin. Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya doa dan diterimanya amal.
Sebab-sebab Terkabulnya Doa
1.     Musafir.
2.     Berpenampilan hina.
3.     Mengangkat kedua tangan.
4.     Mengulang-ulang doa.
5.     Menyebut Rububiyah Alloh.
6.     Mengonsumsi yang halal.
Sifat mengangkat tangan dalam doa:
1.     Mengisyaratkan dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
2.     Mengangkat tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
Adapun secara umum dengan menengadahkan kedua telapak tangan di depan dada seperti seorang pengemis yang sedang meminta-minta.

Rabu, 18 September 2019

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-10)

MAKANLAH DARI REZEKI YANG HALAL
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الـمُؤْمِنِيْنَ بـِمَا أَمَرَ بِهِ الـمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِـحاً، وَقاَلَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ، ثُـمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْـحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ. رواه مسلـم
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ’anhu, ia berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. Muslim (no. 1015), Ahmad (II/328), at-Tirmidzi (no. 2989), dan selainnya.
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum syariat berporos pada hadits tersebut.
Alloh Itu Thoyyib Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib
Thoyyib adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.
Pengaruh Makanan yang Thoyyib
Mengonsumsi sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin. Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya doa dan diterimanya amal.
Sebab-sebab Terkabulnya Doa
1.     Musafir.
2.     Berpenampilan hina.
3.     Mengangkat kedua tangan.
4.     Mengulang-ulang doa.
5.     Menyebut Rububiyah Alloh.
6.     Mengonsumsi yang halal.
Sifat mengangkat tangan dalam doa:
1.     Mengisyaratkan dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
2.     Mengangkat tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
Adapun secara umum dengan menengadahkan kedua telapak tangan di depan dada seperti seorang pengemis yang sedang meminta-minta.

Selasa, 17 September 2019

Ringkasan Syarah Hadits Arba'in (Hadits Ke-9)

MELAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَـمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّـمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. رواه البخاري ومسلـم
Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu ’anhu, dia berkata: “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “ Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR. Bukhori dan Muslim)
Status Hadits dan Takhrijnya
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 7288), Muslim (no. 1337), Ahmad (II/258, 428, 517), dan selainnya.
Perintah dan Larangan
Pada dasarnya syari?t Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.
Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.

Senin, 16 September 2019

10 Nasehat Ibnu Qoyyim

Sepuluh nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah untuk menggapai kesabaran diri 
agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat:

Pertama,
hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah سبحانه وتعالى mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya.

Kedua,
merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah سبحانه وتعالى yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari betapa tinggi kedudukan Allah سبحانه وتعالى di matanya. Dan apabila dia menyadari bahwa perbuatannya dilihat dan didengar Alloh سبحانه وتعالى tentu saja dia akan merasa malu apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya… Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang berada di hadapan Allah…

Ketiga,
senantiasa menjaga nikmat Alloh سبحانه وتعالى yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu.
Apabila engkau berlimpah nikmat
maka jagalah, karena maksiat
akan membuat nikmat hilang dan lenyap
Barang siapa yang tidak mau bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa dengan nikmat itu sendiri.

Keempat,
merasa takut kepada Allah سبحانه وتعالى dan khawatir tertimpa hukuman-Nya

Kelima,
mencintai Allah… karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya… Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.

Keenam,
menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya… Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat…

Ketujuh,
memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri… karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati…

Kedelapan,
memupus buaian angan-angan yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan memberikan manfaat apa-apa.

Kesembilan,
hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah… waktu senggang dan lapang yang dia miliki… karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan… sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya baginya.

Kesepuluh,
sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati… Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah… Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.

Semoga jadi renungan….